Friday, 1 August 2014

Hadiahkan Senyuman Untuknya



Waktu saya kelas satu SMK, ada satu adegan yang saya inget banget di kepala.
Ada seraut wajah yang tak pernah saya lupa.

Iya, dulu saya males dsl. Bahkan sampai astor menelpon saya pun, tak saya angkat.
Saya selalu datang terlambat. Sengaja. Saya menghindari satu agenda, membaca Al-Qur'an.
Buat saya, dulu, baca Al-Qur'an itu berat banget. Saya bisa. Tapi karena jarang baca, ya gerogi banget pas ngebacanya.
Makanya, paling nggak, saya hadir saat pembacaan Al-Qur'an sudah selesai.

Tahu nggak?
Di puncak kekesalan astor saya, ketika telepon darinya tak saya angkat.
Maka ketika saya datang, saya di sambut oleh tatapan sinis.

Ingat sekali, ingat sekali saya dengan tatapan itu.
Tak ada senyuman sedikitpun. Ya aku tahu, aku memang salah.

Tapi...
Aku belajar sesuatu dari pengalaman itu,
Bahwa ternyata, semua orang bisa saja berubah.
Orang yang bahkan sangat menguji kesabaranmu, bisa jadi esok menjadi sesosok orang yang sungguh berbeda.
Seseorang yang bahkan mungkin membuatmu muak dengan tingkahnya, bisa jadi esok ia mendapatkan hidayah.
Iya. Kita bukan Tuhan yang berhak menghakimi. Kita hanya seorang manusia yang punya tugas untuk tak bosan menasihati.
Kita yang diminta untuk mengubah kemungkaran dengan tangan, lisan, atau minimal hati.

Maka...
Ketika amanah astor itu kemudian saya rasakan.
Saya benar-benar belajar, untuk selalu memberikan senyum terbaik yang saya punya ketika penolakan-penolakan dsl datang dari mad'u tercinta. Pun ketika jadi tutor, saya selalu berusaha untuk tak menampakkan wajah tak enak pada mad'u meski ajakan dsl seringkali tak ada jawabnya. Saya selalu mengingatkan diri saya, "ingatlah... dulu kau itu bagaimana?" Yaaa, semua orang bisa berubah! Jangan sisakan ruang untuk berburuk sangka, doakanlah, doakanlah mereka.

Wahai sang murobbi...
Hargailah kehadiran mad'umu.
Bisa jadi, ia baru saja berhasil menghantam nafsunya yang menginginkan ia tuk tetap berleha-leha di rumah.
Bisa jadi, ia baru saja berjuang, melangkah kedua kakinya meski berat dan panas terik dirasakan.
Bisa jadi, ia baru saja mengorbankan sebagian waktunya untuk menuntut ilmu di halaqah tercinta.

Suatu perjuangan yang harus di apresiasi.
Bukan dipatahkan dengan seraut wajah kesal.
Cukup senyum tulus dari hati yang terdalam.

Saya jadi ingat pada suatu kisah...
Ketika seorang sahabat Rasulullah datang terlambat untuk menunaikan shalat berjamaah.
Ia tergopoh-gopoh, bergegas takbiratul ihram meski posisinya saat itu masih berada di pintu masjid.
Kemudian dalam posisi ruku' ia maju selangkah demi selangkah untuk masuk shaff.
Kau tahu? Rasul tak memarahinya. Rasul tak menghardiknya. Bahkan Rasul memujinya.
"Pertahankanlah semangatmu! Tapi jangan diulangi lagi ya." Begitu kata beliau. Ah, sungguh indah memang akhlak Rasulullah saw.
Bahkan Beliau sempat-sempatnya memuji sebelum menasihati.

Saudaraku...
Jangan bosan menasihati. Jangan lelah mendoakan.
Ingat, semua orang bisa saja berubah.

Siapa Umar bin Khatab sebelum ia masuk islam?
Siapa Khalid bin Walid sebelum ia masuk islam?
Siapa Saad bin Mu'adz sebelum ia masuk islam?

Husnuzhon-lah.
Sekali lagi, semua orang BISA BERUBAH.

Suryani
2 Juli 2014
Di dalam kamar tiga kali tiga

*Segala puji hanya bagiMu ya Robb, atas izinMu kudapatkan manisnya islam

No comments:

Post a Comment